Politik Bukan Hanya Milik Kaum Lelaki


Direktur Admin Dan Quality Control {IPI} Indeks Politica Indonesia Dan Latin Institute {LI} Hasnawati S.Pd, Sudah saatnya kaum perempuan diberi ruang untuk menunjukkan kapabilitasnya' selama ini mereka selalu dibelakang layar atau dibelakang suaminya sejarah mencatat begitu besar peran perempuan dalam peradaban' dizaman Nabi Musa AS, ada Asiah istri fir'aun, dizaman Nabi ISA AS, ada bunda Maria' dizaman Nabi Muhammad Saw Ada Siti Khodijah dan Fatima Az Zahra' diindonesia ada ibu kartini' lalu gimana kaitannya dengan zaman sekarang' indonesia telah melalui fase perpindahan sistem dari teokratrasi ke demokrasi, zaman boleh berubah tapi peran perempuan tidak akan ada habisnya untuk menghiasi zaman. Menurut Hasnawati' gedung DPRD yang dulu hanya dihiasi kaum lelaki kini telah dihiasi kaum perempuan dan harus diberikan ruang lebih untuk menghiasih demokrasi di indonesia' Berkaitan dengan itu teman wartawan Pedoman Rakyat' menyambangi DPRD untuk meminta pendapat dan pandangan legislatif kaum hawa untuk dimintai pendapat dan masukan tentang peran perempuan.'' Ibu Devi santi' yang jadi narasumber.
Berada di lingkungan parlemen yang begitu maskulin, bukan sesuatu hal yang mudah. Setiap anggota parlemen harus memiliki strategi khusus agar usulannya bisa diterima. Setiap anggota parlemen harus memiliki sebuah semangat juang dan keberpihakan kepada rakyat yang tergambar melalui kesamaan visi memperjuangkan masyarakat marjinal. Dalam lingkup parlemen tidak boleh ada dikotomi antara politikus muda dan politikus tua atau antara politikus pria dan politikus wanita, tidak boleh ada jarak. Mereka harus bersinergi.

Demikian pernyataan anggota Komisi E, DPRD Provinsi Sulawesi Selatan, Devi Santy Erawaty dari Fraksi PKS, ketika memulai perbincangan dengan Khairil Anas, wartawan New Pedoman Rakyat di ruang kerjanya, akhir pekan lalu. Menurutnya, dunia politik bukan hanya milik dan dominasi kaum laki-laki saja. Politikus dari kalangan perempuan pun banyak yang berkibar dengan prestasi tak kalah bersinarnya. Devi Santy Erawaty, merupakan satu dari sejumlah politisi perempuan di lingkup DPRD Provinsi yang telah mendapat kepercayaan masyarakat. Terbukti, pencetus berdirinya TK dan SD Islam Terpadu, Ar Rahmah ini mampu menduduki kursi legislatif provinsi selama dua periode.
Memang harus diakui bahwa, keterwakilan perempuan di DPRD Sulawesi Selatan masih kurang. Dari 25 kursi pimpinan yang sudah ditetapkan, hanya dua orang diantara 12 orang legislator perempuan yang menduduki kursi pimpinan alat kelengkapan dewan, yakni Hj Tenri Yasin Limpo dari Partai Golkar yang terpilih sebagai ketua komisi B, dan Aerin Nizar,SP.M.Hum dari partai Demokrat yang duduk sebagai Wakil Ketua Komisi D, Sebuah angka yang tidak merepresentasikan jumlah legislator perempuan di DPRD Provinsi Sulawesi selatan, apalagi jika dibandingkan dengan populasi kaum hawa di daerah ini.
“Sudah saatnya sekarang pemilih lebih memprioritaskan kaum perempuan untuk mengisi kursi di legislatif. Perempuan bukan hanya mengurusi urusan domestik, tetapi sekarang saatnya perempuan menjadi salah satu penentu kebijakan di dewan.” Kata Devi.
Devi Santy Erawaty mengakui dirinya memulai karier politiknya dari nol, tanpa dukungan materi bahkan tidak memiliki dukungan dari jaringan keluarga. Kerasnya persaingan tak membuat wanita alumni Universitas Lampung ini patah arang, bahkan terus mengasah kemampuan untuk terus maju. Diakuinya, sebagai pendatang ia tidak memiliki dukungan dana maupun dukungan massa. Namun Politikus Partai Keadilan Sejahtera ini tahu persis bahwa menjadi anggota dewan harus memiliki kemampuan untuk menjalankan amanah rakyat.
“Sebagai wakil rakyat, sudah sepatutnya kita memiliki kemampuan untuk menerima dan menampung semua aspirasi rakyat, tanpa melihat siapa dan apa latar belakangnya,” katanya. Kepeduliaannya yang besar terhadap rakyat menjadi motivasi utama untuk terjun dalam dunia politik. Lahirnya sebuah Taman Kanak-kanak Islam Terpadu dan Sekolah Dasar Islam Terpadu (SDIT) Ar Rahmah yang awalnya mengontrak sebuah ruko di kompleks Pusat Niaga Daya-Makassar, merupakan bukti kecintaannya terhadap rakyat. Devi Santy Erawaty memang terkenal dekat dengan semua kalangan.
Sejak terpilih sebagai legislator pada 2004 lalu, banyak permasalahan di daerah pemilihannya yang diungkapkan dan menyita perhatian publik berhasil tertangani dengan baik.
“Sebagai wakil rakyat, kita harus menyiapkan waktu untuk menjaring aspirasi rakyat, menyelami kebutuhan masyarakat dengan datang langsung ke tengah-tengah warga mendengarkan keluh kesah dari masyarakat secara langsung, dan tidak segan-segan menerima perwakilan warga yang datang mencurahkan keluhannya kepada kita,” lanjutnya.
Devi merupakan legislator yang aspiratif menampung aspirasi dari bawah, khususnya masyarakat di empat kabupaten; Maros, Pangkep, Barru, dan Parepare yang menjadi basis daerah pemilihannya. Kepada New Pedoman Rakyat, wanita kelahiran Surabaya ini menekankan pentingnya pendidikan politik kader partai terhadap caleg perempuan. Devi telah menganggap Sulsel sebagai kehidupannya dan banyak menemukan pembelajaran hidup. Makanya, dia sangat concern pada pembangunan dan pemerintahan di Sulsel.
Ketika ditanya mengenai program pembangunan di Sulawesi Selatan, anggota komisi E DPRD Sulsel yang membidangi masalah pendidikan dan kesehatan itu menilai Pemprov Sulsel di bawah kepemimpinan Syahrul Yasin Limpo-Agus Arifin Nu’mang (Sayang) masih harus bekerja keras menyukseskan program andalannya; pendidikan dan kesehatan gratis.
“Dua program andalan ini masih memiliki banyak kekurangan dan kelemahan. Setiap kunjungan yang kami lakukan ke daerah, selalu saja ada warga yang mengeluhkan pendidikan dan kesehatan gratis ini. Dan itu pertanda bahwa masih ada yang tidak beres dalam pelayanan terhadap kedua program itu. Secara prinsip kedua program itu sangat bagus, hanya saja orang-orang yang menjalankannya itu yang masih kurang maksimal dalam pelaksanaannya,” lanjutnya.
Meski demikian, optimisme memperbaiki Sulsel harus terus terbangun di masyarakat. Bagi Devi, sikap pesimis harus disingkirkan jauh-jauh untuk membangun Sulawesi selatan sesuai visinya menjadikan provinsi terkemuka berlandaskan kemandirian lokal.
“Sebenarnya kultur masyarakat Sulsel itu tertib dan patuh. Hanya perlu pendekatan tepat untuk mengarahkan masyarakat. Seringkali kita melakukan pendekatan yang keliru misalnya dengan kekerasan, sehingga terjadi benturan. Andaikata kita mengedepankan pendekatan persuasive, saya yakin masyarakat akan nurut dan luluh, dan disinilah peran penting legislator perempuan yang memiliki kemampuan persuasive mengendepankan pendekatan dari hati ke hati, sehingga masalah yang sebenarnya sepele bisa diselesaikan dengan baik, bukan malah semakin besar dan runyam,” urainya.
Sebelumnya lima legislator perempuan yang duduk di panitia khusus (pansus) tata tertib (tatib) telah memperjuangkan agar dalam tatib DPRD terdapat poin yang memberi hak-hak khusus bagi legislator perempuan, sebagaimana dalam tata UU Nomor 27 tahun 2009 tentang MPR, DPR, DPD dan DPRD ada poin khusus tentang perempuan.
“Sebenarnya kita sudah perjuangkan point khusus untuk legislator perempuan masuk dalam tatib DPRD, namun belum disetujui,” kata Devi Santy. Legislator PKS ini mengharapkan agar pansus yang dibentuk di DPRD senantiasa mempertimbangkan keberadaan legislator perempuan. Dari 75 anggota DPRD Sulsel, 12 diantaranya adalah perempuan antara lain, A Tenri Muntu Jabar (Golkar), Tenri Olle Yasin Limpo (Golkar), A Ina Kartika Sari (Golkar), Rusni Kasman (Golkar), HA Rahmawati Sulthani (Golkar). Selanjutnya, Devi Santy Erawati (PKS), Aerin Nizar (Demokrat), Misriyani Ilyas (Demokrat), Andi Mariattang (PPP), Suzanna K (PKPI), Andi Sugiarti Mangun Karim (Republikan), dan Serce Bandaso (PDIP).
Satu hal yang patut menjadi perhatian bagi caleg perempuan, utamanya dalam pemilihan suara dengan suara terbanyak, para caleg perempuan tampak tertatih-tatih dalam meraih simpati para pemilih dan konstituennya, bahkan para caleg perempuan ini harus ‘jual diri’ dalam mempopulerkan diri dan visi misi yang menjual kepada masyarakat pemilihnya.
“Iya memang kita tidak memungkiri itu, banyak caleg perempuan yang tiba-tiba muncul mendadak tanpa diketahui track recordnya, tidak jelas latar belakang pengalamannya, makanya mereka harus bersusah-payah menjual visi misinya kepada masyarakat,” paparnya.
Padahal, lanjut Devi Santy, yang dibutuhkan masyarakat adalah, legislator perempuan yang memang memiliki kapasitas dan pengalaman dalam mengawal aspirasi rakyat yang diwakilinya. Mereka yang memiliki pengalaman inilah yang pantas untuk duduk di kursi DPRD, namun sayang sekali jumlahnya masih sangat sedikit. (khairil anas)