Selain harus acak, survei juga wajib tidak melakukan purposive sampling atau keinginan peneliti.
LATIN POST NEWS: Direktur Riset Lingkaran Survei Indonesia (LSI), Arman Salam, mengatakan perbedaan nama-nama pada hasil survei berbagai lembaga survei karena adanya dinamika suara di lapangan. Namun dalam melakukan survei yang utama harus dilakukan secara acak (randomize), dan perlu diperhatikan sampling error dan non sampling error.
"Kalau sampling error mengenai teknik metodologis. Namun ada hal yang cukup pentng untuk menjelaskan suatu survei akurat yakni sampling non error seperti proses input data, analisis atau faktor dari pihak peneliti. Saya tidak mau suuzon ada pesan atau tidak karena saya kira untuk lembaga kridibel bisa dipertahankan. Karena pertanggungjawaban moral kepada masyarakat," kata Arman, ketika dihubungi Beritsatu.com, Rabu (6/6).

Menurut Arman, selain harus acak, survei juga wajib tidak melakukan purposive sampling atau keinginan peneliti.
Semua pemilih indonesia, kata Arman, memiliki hak yg sama.
"Tidak hanya berdasarkan via telepon. Di desa pegunungan kan tidak punya telepon. Survei tidak hanya di kota saja karena 30 persen masyarakat berada di kota. Sedangkan 70 persen tersebar di balik gunung jayapura, perbatasan dan pedesaan," katanya.
Survei yang dilakukan Soegeng Sarjadi Sindycate (SSS) yang memunculkan nama Prabowo Subianto sebagai calon presiden yang paling tinggi tingkat elektibilitasnya, menurut Arman tidak bisa disebut survei nasional.
"Survei hanya di 9 kota. Itu bukan nasional. Tidak representatif," kata Arman..
Pekan ini LSI rencananya akan memgumumkan hasil survei mereka tentang calon presiden.''(adi/er)